Sunday, November 2, 2008

Suatu Saat dalam Taxi

"Jika kita melakukan sesuatu, lakukanlah semuanya seperti kita melakukan untuk Tuhan".

Hari-hari terakhir pekerjaan kantor sangat melelahkan. Tidak ada waktu untuk 'memanjakan' diri sendiri. Bahkan saat akan beristirahat pun, segala masalah dan tugas dalam pekerjaan selalu menghantui pikiran.

Terus terang saya sudah malas dengan segala keinginan boss-ku. Nyaris setiap hari aku pulang larut malam. Pergi pagi pulang malam. Dari Senin sampai Sabtu. Dan segala pekerjaanku tidak pernah di hargai olehnya.

Jadi aku pikir "masa bodoh dengan segala pekerjaan kantor. Aku sudah cape. Terserah deh, nanti jadinya apa. Gua kaga peduli". Jadi Sabtu kemarin aku habis kan waktu dengan tidur seharian. Membaca buku, menonton televisi, dengar kaset. Laptop yang tegeletak di atas meja tidak aku sentuh sedikit pun. "Masa bodoh" pikirku.

Sendok suapan terakhir telah masuk ke dalam perut. Wah, kenyang juga. Kubenahi segala dokumen yang di butuhkan dan segera keluar kantor mencari taxi. Sudah 5 menit aku menunggu, akhirnya taxi yang kutunggu datang juga. "Daerah kota pak" Seruku pada supir taxi. "Kotanya di mana pak?", dia menimpali. "Wah, namanya apa yah?" aku sendiri tidak begitu ingat.

"Nanti saya tunjukkan jalannya kalau sudah sampai di sana" "Baik Pak". Suasana hening. Tidak beberapa lama pak supir berkata,"Tadi orang yang pakai taxi ini sebelum Bapak, naik dari Taman Anggrek". Dekat amat pikirku. Kantorku ada di daerah Citraland.

"Kok mau sih pak?" ucapku. "Wah tidak baik menolak rejeki. Kalau Tuhan sudah kasih berkat, masa kita tolak", ujarnya dengan logat batak yang masih terasa. "Kalo supir lain sih pasti nolak. Kalau saya, ngak masalah, dekat atau jauh toh berkat dari Tuhan."

"Wah, berfilsafat dia.", pikirku. "Tapi sebenarnya untung juga sih kalau nariknya deket. Tadi saja saya di kasih uang 10.000. padahal argonya ngak sampe 5 rebu. Saya senang juga.

Tapi sebenernya saya ngak tega kalo mesti nolak. Dia kan pasti mau buru-buru. Bagaimana rasanya, sesudah duduk, eh malah saya tolak. Sakit hati kan". "Iya juga yah", pikirku. Suasana hening kembali. Kuperhatikan wajahnya dari kaca mobil. Keliahatannya ceria, tidak seperti sopir-sopir taxi yang lain. Yang rata-rata wajahnya cemberut. "Bapak sudah lama jadi sopir taxi", tanyaku memecah keheningan. "Baru empat tahun Pak."

"Sebelumnya kerja di mana?" "Dulu saya kerja di perhotelan." "Kerja di bagian apa Pak?" "Manager operasional" Hah ? Tidak salah dengar ? Manager ? ngak mungkin ah.. "Anak buahnya banyak pak?", tanyaku sedikit menyelidik. "Ada sekitar 100 orang". "Terus, koq sekarang malah jadi sopir taxi" "Wah, panjang ceritanya Pak." "Oh.", gumanku dan tidak bertanya lebih lanjut, kelihatannya ada kenangan pahit yang dia alami.

"Biasalah pak korban kena sikut", ujarnya meneruskan, "Padahal dia teman baik saya. Tidak menyangka dia akan berbuat seperti itu.

Tapi buat saya itu ngak masalah. Saya percaya Tuhan pasti akan tetap pelihara saya. Buktinya saya langsung bisa dapat pekerjaan lagi. Walaupun tidak sehebat seperti dahulu. Yah, sudah cukuplah, untuk kebutuhan sehari-hari" . "Kenapa Bapak tidak mencoba melamar di hotel lain?" "Nama saya sudah rusak Pak." "Pasti karena di fitnah oleh teman baiknya itu", pikir ku. Kuperhatikan lagi wajahnya. Tetap ceria seperti tadi. Tidak nampak terbeban. "Lebih enak jadi sopir atau kerja seperti dulu Pak?", tanyaku. "Wah, enak atau enggak tergantung hati kita Pak.

Pokoknya kita mesti sadar, bahwa apa yang kita punya saat ini, Tuhan yang memberi. Mengucap syukur senantiasa. Sukacita bukan datang dari luar, tapi dari dalam diri kita. Jadi kalau di tanya lebih enak mana, dulu atau sekarang, jawabannya yah: dua-duanya. Mau jadi apa aja ngak masalah, yang penting ada rasa syukur, pasti sukacita itu datang dengan sendirinya."

Wah, jadi malu aku. Aku yang sejak kecil di didik dalam keluarga percaya, masih mengeluh kan pekerjaan yang saya terima. Padahal kalau dibandingkan dengan sopir taxi, pekerjaan saya jauh lebih enak. Dengan penghasilan yang lebih tinggi tentunya. Tapi, dasar ! Nggak ada ucapan syukurnya. Aku jadi teringat akan nasehat yang mengatakan "Jika kita melakukan sesuatu,lakukanlah segala sesuatu seperti kita melakukan untuk Tuhan".

Hmmm, hari ini aku di sadarkan kan oleh seorang supir taxi. Hari ini aku dikuatkan kembali untuk selalu bersyukur dalam segala hal. Anak-Ku, Aku tahu bahwa kadang kala begitu menggoda untuk menyerah dalam kehidupan.Kadang kala sulit menemukan alasan untuk terus berusaha. Apa yang membuatmu merasa seperti menerima lekalahan? Sekolah? Nilai? Kawan-kawan? Orang-tua? Uang? Perang?

Dengarlah, Aku ingin kamu mempercayai- Ku dalam hal ini. Meskipun keadaan hidup tampak kacau dari luar, tetapi jika kamu percaya kepada-Ku, ada hal-hal yang tak terlihat terjadi di dalam dirimu. Setiap hari, Aku membuka sesuatu yang baru dan menggairahkan. Masa depanmu akan lebih mengherankan dari apa pun yang dapat kamu bayangkan. Percayalah kepada-Ku, tidak akan sia-sia kamu bertahan karena ada hari depan yang indah menunggumu.

Oleh karena itu, bertahanlah dengan gigih.Janganlah menyerah! Aku mempunyai sejumlah kejutan nyata bagimu. Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?(Mat 16:26)

Semut

Ada 4 hal yang bisa kita teladani dari filosofi semut:
1. Semut tidak pernah menyerah
Jika langkah mereka terhalang dan Anda berusaha menghentikan langkahnya, maka semut akan mencari jalan yang lain. Bahkan mereka akan terus berbaris beriringan mengikuti langkah pemimpinnya sampai pada tujuannya. Semut akan naik ke atas, turun ke bawah dan bahkan berkeliling sampai menemukan jalan. Semut terus berusaha mencari jalan yang lain.
Makna : Jangan pernah menyerah untuk mencari jalan keluar sampai tujuan tercapai.

2. Semut selalu berasumsi musim dingin adalah musim panas
Anda tentunya tahu bahwa tidak ada musim panas selamanya. Maka, semut mengumpulkan makanan mereka untuk musim dingin pada pertengahan musim panas. Anda harus berpikir sedang "menikmati keindahan pantai dan matahari" di saat musim dingin.
Makna : Penting sekali bersikap realistik. Selalu berpikir selangkah lebih maju.

3. Semut berpikir bahwa musim panas itu adalah musim dingin
Selama musim dingin, semut memperingatkan diri : "Cuaca seperti ini tidak mungkin selamanya, pasti sebentar lagi kita bisa beraktifitas keluar". Seaktu cuaca mulai hangat tiba, semut-semut akan keluar. Jika cuaca kembali dingin, mereka kembali ke dalam sarang dan keluar lagi bila cuaca hangat.
Makna : Selalu bersikap positif di setiap keadaan.

4. Lakukan semua yang mungkin bisa dilakukan
Berapa banyak makanan yang semut kumpulkan untuk persiapan di musim dingin? Sebanyak yang mampu mereka kumpulkan. Mereka tidak pernah berhenti mengumpulkan makanan sampai benar-benar tiba musimnya harus berhenti.
Makna : Lakukan semua yang mampu Anda kerjakan.... dan lebih banyak lagi, selagi ada waktu!